Berikut adalah sebuah cerita yang saya kutip dari http://www.identitasonline.net/2012/05/skripsi-dan-emak.html, silakan dibaca... #sangat meng-inspire
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Nih, ada surat
untukmu.” Caka, teman satu pondokanku menyodorkan sebuah amplop
kecil.
Belum kubuka amplop itu, Putra
teriak dari lantai atas, “Hari gini masih surat-suratan… romantis banget…”
disusul tawa dari seluruh penghuni pondokan yang ada saat itu.
“Hus… ini dari Emak di kampung
tahu!” kataku.
“Kirain dari si ehem..ehem…” Putra
kembali menggoda tapi aku tak menghiraukannya.
“Lah, kok masih pake surat? Sekarang
kan sudah ada alat komunikasi yang canggih, Handphone.” Riko si wajah
bule angkat bicara.
“Di kampungku signal belum ada Rik,
lagian Emak tak punya HP. Jadi selama kuliah aku cuma bisa berkomunikasi lewat
surat. Itupun jarang, kalau ada yang penting saja.”
“Berarti kali ini ada yang penting
Jar. Kalau ada apa-apa bilangin kita-kita ya…” ucap Riko sambil berlalu menuju
kamarnya.
“Iya, memang sepertinya ada yang
penting.” Gumamku. Dengan sejuta penasaran, aku segera menuju kamar yang ada di
lantai dua. Kubuka pintu dan masih memandangi amplop yang di depannya
bertuliskan -Untuk Fajar di
Makassar- kutaruh tas di samping
lemari, lalu duduk di tepi ranjang. Kubuka amplop putih itu. Entah mengapa
perasaanku jadi tak karuan. Detak jantung menjadi semakin kencang. Amplop itu
sedikit basah karena tanganku yang mengeluarkan keringat berlebih. Aku takut di
dalam amlpop itu ada berita yang tak bisa kuterima. Tapi kucoba untuk
menenangkan diri sebelum membaca kertas yang isinya kutahu jelas bukan tulisan
Emak. Pikiranku semakin kacau, mengapa bukan Emak sendiri yang menulisnya? tanyaku
pada diri sendiri. Aku memulai membaca surat itu, pertama-tama aku
membalas salam dari awal isi surat itu, kulanjutkan membaca dengan sangat
teliti. Sesekali kunaikkan ujung kacamataku. Dengan wajah yang tegang kuresapi
satu per satu kalimat surat itu. Dua lembar, cukup panjang namun hanya
mengabarkan satu pesan pilu, Emak sakit. Sakitnya parah dan dia ingin aku
segera pulang.